Diduga Saksi Bupati Sukabumi dari DPMD Berikan Keterangan Fiktif Dalam Sidang di PTUN Bandung

Informasi yang dihimpun oleh awak media dalam persidangan di PTUN Bandung pada 14/3/2024 dengan nomor perkara 146/G/2023/PTUN.BDG, antara penggugat Firma Hukum Marpaung dan rekan melawan tergugat Bupati Sukabumi, dalam acara pemeriksaan saksi dari pihak tergugat Bupati Sukabumi terdapat kejanggalan, keterangan yang diberikan oleh Saksi Hodan Firmansyah (Kabid Pemdes DPMD Kab.Sukabumi.

Peristiwa ini diawali Tahun 2022 akhir berdasarkan permendes nomor 8 Tahun 2022 dengan adanya bantuan hukum untuk masyarakat marginal dan rentan yaitu perempuan, anak, lanjut usia, warga difabel, masyarakat suku adat terpencil, penghayatan aliran kepercayaan, masyarakat miskin dan masyarakat rentan lainnya”. Banyak Kades yang berkonsultasi tapi kami belum menemukan formulasinya dan bagaimana mengeksekusi barang baru tersebut dan belum tahu siapa yang bisa melakukan eksekusi pendampingan hukum ini, tetapi kode rekening ada dan sudah dianggarkan di apbdes,”. jelas nya.

Yang menjadi persoalan kegiatan pendampingan belum ada, tapi Kades sudah transfer ke salah satu penyedia bantuan hukum dan itu menyalahi tata kelola keuangan desa menurut Permendagri 20 tahun 2018. Dan ada 230 desa yang menganggarkan pendampingan hukum ini yang sudah mentransfer ada 85 desa.Ujarnya.

Ketika penggugat Firma Hukum Marpaung dan rekan menanyakan tentang 11 Desa lagi di luar daripada 80 desa yang bekerjasama dengannya kepada saksi Hodan,Kata Hodan” itu tidak terdeteksi,”pungkasnya.

Bacaan Lainnya

Keterangan Hodan Firmansyah selaku Kabid Pemdes di DPMD, bertolak belakang dengan Sistem Aplikasi yg sudah dibangun oleh BPKP dan Kementerian dalam negeri. Dimana,
Aplikasi sistem keuangan desa (Siskeudes) bertujuan untuk memudahkan Pemerintah desa dalam pengelolaan keuangan agar lebih optimal.

Juga sebagai alat kendali atau tolak ukur akuntabilitas pengelolaan keuangan Desa, agar sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pengelolaan keuangan Desa memiliki peran yang sangat penting dalam pembangunan desa.

Secara fakta dalam persidangan pada tanggal 28 03 2024 itu kan sudah diserahkan beberapa bukti kan itu menandakan bahwa pekerjaan itu dilaksanakan sebelum pencairan anggaran tahap 1 dana desa pada sekitar bulan April 2023 artinya keterangan daripada Hodan itu kan tidak benar.
Selanjutnya ada juga aplikasi yang namanya “si Tanti ” (sistem aplikasi non tunai) , pengelolaan keuangan Desa melalui aplikasi “si Tanti”tersebut agar manajemen keuangan desa lebih baik lagi, dan pengelolaan keuangan dapat terawasi secara maksimal.

Dan yang terakhir adalah Sipedo (Sistem Pengarsipan Dokumen).
Program pendampingan hukum 2023 itu membingungkan para Kades “Apakah program sosialisasi saja atau bentuk bantuan terhadap Kades aparat desa dan masyarakat yang sudah terkena masalah hukum saja?”
Belum jelas peruntukannya sehingga menyebabkan kekhawatiran para Kades.

Tapi seiring waktu proses pendampingan terus berlanjut karena semua tahap yang harus dilalui sampai ke pencairan bisa dilaksanakan.  Pendampingan hukum dihentikan di tengah jalan karena ada SP Bupati membingungkan juga karena tahap-tahap dari mulai penganggaran yang dibuat kasih perencanaan di desa dengan dilengkapinya DPA (dokumen pelaksanaan anggaran desa) yang memuat rincian anggaran hasil musdus, hasil tim penyusun RKPDes sehingga dilaksanakan musrembangdes dan diambil skala prioritas termasuk kegiatan advokasi pendampingan hukum dalam program pemberdayaan masyarakat desa yang bersumber dari dana desa kemudian terbit dokumen APBDES yang disahkan pemdes dan BPD yang disertakan perdes dengan ditandatangani Kades dan BPD.

Ketika Awak Media meminta tanggapan seorang Pendamping Desa berinisial (R) terkait permasalahan tersebut,
Kata (R)

Masih kata R ”
Pengalaman saya selama pendampingan di Desa Sukaraja yang secara langsung saya pantau dan amati sebenarnya pada dasarnya Kades sudah pada melek dengan aturan jadi tidak ingin diatur, ketika menjabarkan regulasi Pemda mereka tidak mau dan membuat lagi aturan sendiri karena mereka berpendapat ada aturan dalam Permendagri 20/2018 bahwa Kades sebagai pemangku kebijakan sesuai undang-undang nomor 6/2014 tentang desa.

Sistem yang sekarang berjalan dan berlaku di desa dalam siskeudes sudah terkoordinasi dengan admin siskeudes yang dipegang kasih binwas di kecamatan, makanya kalau pihak dpmd tidak tahu ada perkembangan yang mengeluarkan anggaran itu tidak masuk logika karena sistem yang mereka kan terpantau contohnya setiap satu desa akan mencairkan pasti diminta eksistensi kepada pihak kecamatan dan ditandatangani kasih binwas, kasih pmd, kasipem dan camat yang kemudian pengajuan dibawa ke pelabuhan ratu (DPMD) untuk mencairkan yang dalam sistem sitanti (Sistem Informasi Transaksi Non Tunai) yang selanjutnya disebut SiTanTi adalah aplikasi yang digunakan untuk penyaluran keuangan Desa dalam APBDesa yang diakses secara online, jadi tidak mungkin aplikasi dapat dibohongi atau di rekayasa kecuali jika manual karena pengeluaran ditandatangani Kades, sekdes dan bendahara kemudian masuk ke sipedo (Sistem Informasi Pengarsipan Dokumen) merupakan sistem yang dibuat untuk mengumpulkan atau mengarsipkan dokumen-dokumen penting melalui sistem.

Lanjut R ” dirinya selama menjadi pendamping desa sepanjang pemantauan dan pengamatannya, pada dasarnya Kades sudah pada melek dengan aturan jadi tidak ingin diatur, ketika menjabarkan regulasi Pemda tidak mau dan membuat lagi aturan sendiri karena mereka berpendapat ada aturan dalam Permendagri nomor 20 tahun 2018 bahwa Kades sebagai pemangku kebijakan sesuai undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang desa.

Sistem yang sekarang berjalan dan berlaku di desa dalam sis Kudus sudah terkoordinasi dengan admin sekudes yang dipegang oleh kasi binwas di kecamatan, makanya kalau pihak dpmd tidak tahu ada perkembangan yang mengeluarkan anggaran itu kayaknya tidak masuk logika, karena sistem yang mereka kan terpantau contohnya setiap satu desa akan mencairkan pasti diminta eksistensi kepada pihak kecamatan dan di tanda tangani kasih PMD Kasim kasih bin was dan camat yang kemudian pengajuan dibawa ke pelabuhan ratu (dpmd) untuk mencairkan yang dalam sistem si Tanti Sistem informasi transaksi non tunai yang selanjutnya disebut sitanti adalah aplikasi yang digunakan untuk penyaluran keuangan desa dalam APB desa yang diakses secara online jadi tidak mungkin aplikasi dapat dibohongi atau di rekayasa kecuali jika manual karena pengeluaran ditandatangani Kades dan bendahara kemudian masuk ke sipedo (sistem informasi pengarsipan dokumen) merupakan sistem yang dibuat untuk mengumpulkan atau mengarsipkan dokumen-dokumen penting melalui sistem,”jelasnya

Aplikasi sitanti dan sipedo dipantau oleh kecamatan dan admin kabupaten sehingga jika Desa mau mencairkan bisa dimonitor di aplikasi tersebut.

Jadi sangat tidak mungkin jika 11 Desa itu tidak terpantau kecuali manual yang pasti banyak human error yang memungkinkan untuk kongkalikong dan memanipulasi data.
” Pungkasnya.

Tahapan Pemerintah desa dalam pencairan itu ke-1 di kasi perencanaan desa menghubungi bendahara dan sekretaris desa kemudian ke Kades sebagai ketua verifikator untuk meng acc pencairan dana desa.

Kemudian setelah ditetapkan diupload di sipedo.
Jadi secara logika pemdes itu tidak usah datang ke kecamatan karena sudah ada aplikasi untuk memudahkan yang artinya kedatangan ke kecamatan secara langsung itu terindikasi hanya ingin dapat bagian bahkan ke dpmd juga kalau tidak kasih amplop mah..? Narasumber tertawa tidak melanjutkan.
Untuk inspektorat tidak bisa memantau apbdes kecuali ada mandat untuk rexus baru meminta data karena operator dpmd yang memegang anggaran desa.

Jadi kesimpulannya lhp itu memang rancu seolah memanipulasi data.
Tahapan Pemerintah desa dalam melakukan pencairan ke-1 ada dikasi perencanaan desa, menghubungi bendahara dan sekretaris desa, kemudian ke Kades sebagai ketua verifikator untuk meng acc pencairan dana desa.

Kemudian setelah ditetapkan di upload di sipedo. Jadi secara logika Pemdes itu tidak usah datang ke kecamatan karena sudah ada aplikasi untuk memudahkan yang artinya kedatangan ke kecamatan secara langsung itu terindikasi hanya ingin dapat bagian setiap pencairan dari dana desa”, demikian juga ke dpmd apabila tidak kasih amplop mah…… Narasumber tertawa tidak melanjutkan.

“Jadi DPMD sebagai operator Siskudes kabupaten, maka keterangan Hodan Firmansyah selaku Kabid Pemdes sama saja mengelabui Hakim PTUN yg belum paham Sistem.”Pungkasnya.
Terkadang manusia itu lupa setelah mengikuti pembacaan lafal sumpah yang diucapkan oleh Majelis Hakim dan diikuti oleh seorang Saksi , dan tidak berpikir bahwa di atas kepala saksi tersebut ada kitab suci Alquran dan kalau dia tidak mengucapkan yang sebenarnya tunggu sajalah azab nya,”ucapnya

(E. Hamid)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *