Matinya Parpol Bersimbol Islam
Opini – Realitas kekinian terkadang memang kejam. Kekejaman tersebut telah mampu menggeser kekuatan politik yang bersimbol Islam menjadi runtuh berkeping-keping. Jika dalam sejarah politik Indonesia masa orde lama dan orde baru yang dikenal bahwa arus politik bersimbol Islam mampu tampil terdepan dalam memimpin arah bangsa dan negara, tetapi masa kini semua itu telah menjadi kenangan sejarah. Slogan “Islam Yes, Partai Islam No” telah berlanjut menjadi Islam Yes, Partai Islam Dead”.
Kematian partai bersimbol Islam ini ditandai dengan tidak adanya lagi bohir politik yang serius mendanai parpol bersimbol Islam. Diakui atau tidak, dalam realitas politik Indonesia hari ini sungguh mustahil adanya partai politik tanpa bohir, tidak ada lagi parpol yang berdiri atas kemurnian gotong-royong rakyat secara utuh. Tanpa campur tangan sosok atau kaum kolomerat, parpol di Indonesia tidak akan pernah lulus sebagai peserta Pemilu. Saat partai bersimbol Islam di Indonesia telah lama bersarang konflik internal yang terbarukan, kemudian kini tidak lagi mendapat lentingan politik yang signifikan serta tidak akan pernah lagi mendapat jumlah kursi yang strategis sesuai ketentuan ambang batas pencalonan presiden, terlebih dalam hal mendominasi kursi di parlemen.
Memahami pergulatan politik bersilmbol Islam masa kini pun tidak ada tanda-tanda untuk menyehatkannya kembali, justru yang terjadi adalah semakin memberi dorongan bahwa partai politik bersimbol Islam terasa semakin jauh dari prinsip-prinsip politik Islam itu sendiri. Berdasarkan fakta-fakta politik Indonesia kekinian itulah tidak keliru rasanya jika mengatakan partai politik bersimbol Islam telah mengalami kematian. Boleh jadi mati berisfat suri, maupun menjadi benda mati yang kemudian dapat dijadikan perangkat pajangan/asesoris peradaban.
Matinya atau runtuhnya suatu partai politik di negeri ini bukanlah suatu hal yang aneh, terlebh sejarah Indonesia secara tidak langsung telah mendorong kita dewasa dalam memakluminya. Ada banyak parpol yang telah jadi bangkai sejarah. Lihat saja bagaimana nasib partai pertama umat Islam (partai Serikat Islam) yang kini hanya tinggal sejarah. Lihat pula partai-partai bersimbol Islam saat ini misalnya PPP, PBB, PKS , PKB, PAN, hingga Partai Umat seakan tak berdaya dalam mengusung calon presiden dari partainya sendiri. Belum lagi digali jauh lebih dalam terkait siapa bohir yang berada dibalik partai-partai bersimbol Islam tersebut.
Dengan kehadiran segmen pemilih baru di Indonesia (milenial), melalui cara, strategis, program, sosok hingga pengelolaan parpol bersimbl Islam tidak begitu menarik perhatian bagi kaum milenial atau generasi apapun namanya di kemudian hari. Dalam konteks ini, kematian parpol bersimbol Islam mesti dilihat secara visioner bahwa ke depannya parpol-parpol ini tidak akan pernah melompat jauh ke depan, ia akan selalu menjadi cangkang kosong yang tidak begitu diperhitungkan oleh rakyat Indonesia.
Dari kenyataan politik ini pula sejatinya kita dapat mengambil hikmah bahwa politik yang mengatasnamakan agama akan tenggelam dengan sendirinya sesuai dengan perkembangan zaman dan gaya hidup generasi bangsa. Rasionalitas dalam berpolitik dengan sendirinya akan menggeser sikap dan praktik politik yang berlindung di balik tameng-tameng agama. Apakah gejala ini merupakan suatu kemunduran peradaban? Tentu saja tidak, melainkan hal ini adalah suatu kemajuan dalam berpolitik dimana agama tidak lagi digunakan sebagai alat manipulasi politik, tidak lagi digunakan sebagai alat pembohongan publik, termasuk tidak digunakan sebagai marketing politik melalui praktik mengobral ayat-ayat suci demi kepentingan politik yang penuh sandiwara dan manipulatif.
Singkatnya, matinya partai politik bersimbol Islam adalah suatu prestasi bagi kemajuan demokrasi itu sendiri. Kenyataan politik sedemikian telah menampakkan kejujurannya sendiri bahwa penumpang gelap atas nama agama tidak mampu membuktikan akan tumbuh dan berkembangnya keadilan serta kesejahteraan rakyat. Justru yang terjadi adalah semakin bertambahnya jumlah partai bersimbol Islam justru semakin sulitnya menegakkan keadilan dan mewujudkan kesejahteraan rakyat. Parahnya, semakin terpilih dan muncul para ketua umum parpol bersimbol Islam, semakin menampakkan gejala ketidakpercayaan publik terhadap pemimpin parpol bersimbol Islam tersebut. Buktinya, perhatikan elektabilitas, kredibilitas dan akseptabilitas para ketum parpol bersimbol Islam saat ini?
Dengan tidak menyebutkan bahwa secara kekinian semua parpol di Indonesia berada dalam posisi yang sama secara demokratis, tidak ada bedanya meskipun dikemas dengan motif yang seolah-olah parpol tersebut turun dari surga. Praktik pasar gelap, politik pemburu rente, ketergantungan akut dari oligarki yang “baik hati”, hingga menghalalkan segala cara untuk mendapat kekuasaan. Semua faktor inilah yang mempertegas bahwa parpol bersimbol Islam tidak ada lagi di Indonesia, ia telah lama mati sebelum gerakan reformasi.
Jika masih ada golongan yang membatah hal ini barangkali ia sedang berapologi, berhalusinasi atau sedang berusaha merawat sikap kemunafikan di atas dirinya sendiri. Oleh karena itu, tidak berlebihan rasanya jika mengatakan bahwa ke depan, jangan pernah percaya kepada partai yang mengatasnamakan agama apapun, sebab semua itu tidak lebih dari pembohongan publik yang dilakukan dalam dunia yang penuh transparan dan tanpa batas juga tanpa rahasia. Karena semangat mencerdaskan kehidupan bangsa adalah agenda yang tidak boleh kalah penting dengan agenda apapun di negeri ini.