Konstruksi Nilai Sosial Dalam Puasa
Penulis : Fadhli Muhaimin Ishaq ( UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi )
Tujuan akhir dari menjalankan ibadah puasa adalah mendekatkan diri dan bertawa kepada Allah SWT sebagaimana telah dijelaskan dalam Al Qur’an surat Al Baqarah:183. Ayat ini menjelaskan bahwa puasa pada akhirnya menjadi media untuk membentuk karakter agar dapat mencapai derajat taqwa yang benar-benar bertaqwa.
Parameter ketaqwaan sendiri dalam islam menjadi suatu hal yang Panjang jika dibahas secara kompleks, salah satunya adalah dalam Qur’an Surat Ali Imran 133 -134
وَسَارِعُوا إِلَى مَغْفِرَةٍ مِنْ رَبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَاوَاتُ وَالْأَرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ
الَّذِينَ يُنْفِقُونَ فِي السَّرَّاءِ وَالضَّرَّاءِ وَالْكَاظِمِينَ الْغَيْظَ وَالْعَافِينَ عَنِ النَّاسِ وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ
“Bersegeralah kamu mencari ampunan dari Tuhanmu dan mendapatkan surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan bagi orang-orang yang bertakwa” (yaitu) orang-orang yang berinfaq, baik diwaktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan mema‟afkan (kesalahan) orang lain. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebaikan”
Hal ini merupakan suatu pembahasan menarik untuk dicermati. Perintah puasa yang bertujuan untuk meningkatkan ketaqwaan memiliki konstruksi sosial yang masif. sebagai orang yang ingin mencapai derajat takwa, maka orang yang berpuasa harus menginfakkan hartanya, baik di waktu lapang maupun sempit.
Sikap sosial yang terbentuk dari ibadah puasa adalah kedermawanan sebagai bentuk kepedulian yang muncul akibat dari panggilan hati betapa susahnya orang yang sedang merasakan hidup dalam kekurangan. Tentunya ini diwujudkan dalam bentuk tindakan yang sesuai dengan kondisi kemampuan untuk melakukan sedekah.
Adanya Gerakan sosial memberikan takjil gratis menghidupi semangat filantropi merupakan implementasi dari nilai sosial dalam ibadah puasa.
Oleh karenanya bulan Ramadhan merupakan momentum yang sangat tepat sebagai sarana untuk melatih kepekaan sosial dan kesadaran sosial. Sehingga esensi dari puasa sesungguhnya adalah instrumen untuk mengingatkan manusia agar memahami kembali jati dirinya sebagai makhluk sosial yang membutuhkan orang lain.
Sesungguhnya manusia sudah memiliki insting untuk saling menolong. Hanya saja karena pengaruh lingkungan sosial maka insting tersebut sering dikalahkan oleh kebutuhan-kebutuhan lainnya. Maka puasa sebenarnya merupakan salah satu cara yang diberikan Allah kepada manusia untuk membangkitkan kembali solidaritas sosial yang hilang karena aktivitas dunia.