Ganjar, Jokowi dan Batalnya Piala Dunia U-20

Oleh Zulfata, Direktur Kartika Cendekia Nusantara (KCN). Jakarta Selatan.

“… Urusan bola ini memang, pusing saya dua minggu ini gara-gara bola, pusing betul…” Presiden Joko Widodo (03/04/2023).

Pernyataan di atas disampaikan Presiden Jokowi di hadapan beberapa menterinya saat menghadiri agenda buka puasa dan konsolidasi politik simbolik menuju pilpres 2024. Dampak dari gagalnya Indonesia menjadi tuan rumah piala dunia U-20 2023 yang cenderung menyeret nama Ganjar Pranowo terus bergulir panas di ruang publik. Terlebih posisi Ganjar yang masuk dalam bakal calon presiden 2024 potensial dianggap akan berakhir turun tragis. Merespons hal tersebut, kini berbagai kader PDI-P pun tampil dengan berbagai pembelaan argumentasi politiknya.

Yang menjadi inti ulasan dari kajian ini sejatinya bukanlah mengurai apa maksud politik PDI-P dalam menolak kehadiran tim sepak bola dari Israel yang berujung pada posisi Ganjar ramai hujatan, termasuk pula dalam konteks saat Ganjar juga “diomelin” oleh bagian dari tim sepak bola U-20 Indonesia. Namun demikian, ulasan ini berusaha untuk menyinggung garis irisan terkait bagaimana kelanjutan arah politik antara Ganjar dan Jokowi setelah gagalnya Indonesia sebagai tuan rumah piala dunia U-20 2023.

Sesuai dengan penampakan publik, belakangan ini terkesan Ganjar dan Jokowi memiliki hubungan yang erat, selain relasi antara gubernur dengan presiden, sesama kader partai hingga termasuk Ganjar juga dianggap mendapat sokongan politik dari Jokowi untuk masuk ke bursa pilpres 2024, apakah itu Ganjar sebagai capres atau cawapres yang mendapat restu dari Jokowi, atau endorse dari Jokowi dengan kode “berambut putih dan wajah berkerut”. Namun demikian, tampaknya setelah petaka yang membuat Jokowi sempat pusing selama dua minggu tersebut, tentu ada skema lain yang akan dirancang dan ditindaklanjuti oleh Jokowi dalam menyokong sosok-sosok yang ingin dijagokannya terkait pasangan capres dan cawapres 2024 mendatang.

Kini, semakin menjadi simpang siur isu dan propaganda politik setelah kejadian petaka sepak bola yang menempa Indonesia. Petaka ini telah menjadi sejarah baru dan buruk dalam dunia sepak bola Indonesia. Indonesia lagi-lagi mendapat tantangan berat dalam memperjuangkan harkat martabat bangsa dan negara di sektor sepak bola. Indonesia kini seperti kata pepatah “sudah jatuh tertimpa tangga pula”. Masih segar dalam ingatan publik terkait tragedi Kanjuruhan, justru ditimpa lagi dengan gagalnya Indonesia menjadi tuan rumah di acarara bergengsi kelas dunia tersebut.

Memang dunia sepak bola tidak lepas dari pengaruh politik, dinama pun dan kapan pun, apakah itu secara tersirat maupun tersurat. Dalam konteks pilpres 2024, PDI-P yang kini berada di posisi sebagai partai terbesar di Indonesia justru sedang berjuang menghadapi gelinding bola api yang sedang bergulir padanya. PDI-P termasuk salah-satu parpol yang keras menolak kehadiran pemain sepak bola asal Israel selain parpol yang bersimbol Islam seperti PKS dan yang lainnya. Pada posisi ini pula, ibarat bermain sepak bola, bola akan menggelinding sesuai kecakapan para pemainnya. Para pemain yang handal akan menjadi sorotan bagi penonton dan publik dunia sekalipun. Demikian halnya politik yang dibingkai dalam perspektif gagalnya Indonesia menjadi tuan rumah piala dunia U-20. PDI-P dan beberapa kadernya yang sedang disorot, bahkan diserang tanpa ada bala bantuan yang seimbang. Sehingga kini, Ganjar bahkan keluarganya sedang di serang oleh publik atau yang lebih dikenal sebagai netizen.

“Ini resiko politik. Tapi kalau mau nyerang, seranglah Ganjar. Jangan serang istri saya, jangan serang anak saya”, kata Ganjar yang juga sebagai kader PDI-P dan Gubernur Jawa tengah kala itu.

Meskipun melalui berbagai pernyataan klarifikasi yang dilakukan Ganjar bahwa dirinya juga mengaku kecewa, dan ia sadar bahwa hal itu merupakan resiko politik baginya untuk loyal dalam berparpol. Namun demikian, Jokowi yang juga sebagai kader partai yang sama dengan Ganjar, sekaligus Jokowi sebagai Presiden Republik Indonesia tampak berkeinginan kuat untuk Indonesia dapat menjadi tuan rumah piala dunia U-20 2023. Sebab tahapan menuju ke sana tidak mudah dalam bersaing dengan negara-negara lain, termasuk sudah berapa anggaran negara habis terkuras. Jokowi ingin dengan susksenya piala dunia U-20 akan menjadi top di era kepemimpinannya. Namun apalah daya, impian Jokowi tersebut telah pupus yang juga sebabkan oleh gerakan politik partai yang juga menghantarkannya pada posisi puncak presiden RI dua periode.

Bola politik kini semakin menggelinding tajam, arah koalisi pun tampak semakin kencang bergerak, demikian pula dengan kecurigaan, praduga, prediksi dan ragam pandangan terkait elektabilitas dan akseptabilitas Ganjar yang dianggap akan terjun bebas sebagai akibat hujatan para publik yang berharap terlaksananya piala dunia U-20 di Indonesia. Yang menjadi pertanyaan lanjutannya adalah bagaimana nasib politik Ganjar di masa yang akan datang? Sementara sejarah sepak bola Indonesia ikut mencatat namanya sebagai salah satu aktor yang menyebabkan batalnya acara bergengsi dunia terebut. Kemudian, apakah PDI-P akan kembali menjadi pemenang pada pilpres 2024 setelah kejadian ini? Tentu untuk menemukan jawaban ini tidak mudah, tidak semudah membaca dan memprediksi arah bola yang sedang mengancam gawangnya pemain lawannya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!