
Opini – Presiden Jokowi pada beberapa momen tertentu menyindir tipis-tipis Erick Thohir sebagai cawapres 2024. Jokowi dengan Erick tampak semakin mesra saat Erick menjadi ketua pemenangan nasional Jokowi pada pilpres lalu. Kelanjutannya, Jokowi tampak terus memberikan tugas politik khusus kepada Erick selain sebagai menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Barangkali tugas poltik khusus kepada Erick tersebut merupakan tanda bahwa Erick adalah sebagai tangan politik pelanjut misi Jokowi dalam sejarah bangsa Indonesia masa depan.
Mencermati antara Jokowi dan Erick secara politik memang mengandung keunikan politik sendiri. Jokowi melalui politik menterinya tampak memberikan citra special, bahkan Jokowi tampak memberikan karpet merah pada beberapa menterinya yang potensial menjadi presiden dan wakil presiden setelah masa jabatannya sebagai presiden berakhir. Salah satu menteri yang diberi karpet merah tersebut adalah Erick dengan sebutan karpet merah sebagai bakal cawapres 2024.
Diakui atau tidak, memang politik citra Jokowi akhir-akhir ini cenderung mengarah pada endorse capres dan cawapres, meskipun juga Jokowi tampak sedang terus-menerus membesarkan banyak orang sebagai pasukan politik jangka panjangnya. Pada posisi ini pula, tampak Jokowi sedang merencanakan politik jauh ke masa depan, hal ini tergambar melalui keinginan kuatnya dalam membangun IKN yang sedang disorot baik oleh semua bakal capres dan cawapres 2024.
Melalui politik IKN itu pula, poros yang dianggap berseberangan dengan politik Jokowi pun tampak luluh dan terpaksa ikut harus dalam mendukung keberlanjutan IKN. Partai Nasdem misalnya, bahkan Anies Baswedan pun yang dianggap sebagai anti tesanya Jokowi telahb menyatakan secara tegas untuk melanjutkan agenda politik masa pemerintahan presiden Jokowi. Hari ini, politik Jokowi ibarat “pukat harimau” yang mampu menyeret semua hal yang masuk dalam radarnya, apakah itu lawan politiknya maupun sahabat politiknya. Sehingga Jokowi menjadi magnet politik 2024 bahkan juga akan berpeluang akan menjadi magnet politik pada pilpres selanjutnya.
Penampakan kekuatan Jokowi sedemikianlah menjadikan Erick dapat tampil sebagai sosok yang terus dibicarakan oleh sahabat dan lawan politiknya Jokowi. Erick yang bukan saja dianggap kuat secara modal finansial politik tetapi ia juga tampak sedang mendapatkan dampak kekuatan politik dari Jokowi. Dalam konteks itu pula sungguh wajar ketika Erick terus memanfaatkan peluang politiknya untuk masuk dalam percaturan cawapres hari ini.
Jalan karpet merah politik yang terjadi pada Erick saat ini dapat dilihat atas berbagai prestasi politik yang telah diraih Erick, mulai dari menjadi ketua panitia pada kegiatan tertentu yang disenangi oleh Jokowi, hingga Erick menang sebagai Ketua Umum Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) tahun 2023. Sungguh tidak mungkin Erick yang bukan kader partai politik tiga besar saat ini telah mendapat sokongan politik kuat dari Jokowi.
Relasi dan hasrat politik Jokowi dan Erick saat inilah yang belum begitu terlihat lebih dalam di seluruh lapisan masyarakat. Sehingga membaca hubungan politik antara Jokowi dan Erick mesti terus diperdalam dan dibuka ke ruang publik. Tujuannya paling tidak dapat menajdi alat pemicu cakrawala politik bagi publik, terutama bagi kalangan generasi muda atau milenial.
Benar bahwa belum dapat kita pastikan apakah Erick akan menjadi cawapres pada pilpres 2024. Belum pastinya tersebut tentunya masih menjadi misteri antara Jokowi dan Erick hari ini, bahkan bagi publik. Hari ini, disadari atau tidak, publik bahkan kalangan elite tersendiri tampak masih seperti meraba-raba dalam membaca politik endorse dari Jokowi sebagai presiden. Jokowi seperti sedang menampilkan teka-teki politik nasional, apakah itu memiliki maksud menitipkan kekuatan politik lanjutannya, ataukah sedang mengidentifikasi gelombang politik lawannya yang bergerak juga senyap-senyap seperti politik Jokowi itu sendiri.
Pada pososi ini pula, tidak dapat dibantah adalah Erick merupakan bagian dari kekuatan politiknya Jokowi. Hal ini dianggap wajar bukan saja karena Erick sebagai orang yang bertugas membantu pemerintahannya presiden Jokowi, melainkan ada gejala pertalian dan kosolidasi politik jangka panjang antara Jokowi dan Erick. Kontestasi dan dinamika politik hari ini tampak memang lebih sedikit soft dan lebih cepat matang dari pada pilpres sebelumnya. Konflik politik dalam bentuk pembelahan massa yang begitu berat pada pilpres 2019 secara tidak langsung telah mempengaruhi postur politik 2024.
Atas preseden politik itu pula dapat ditarik sebuah hipotesa bahwa siapapun orang yang mendapat kekuatan politik dari Jokowi akan berpontensi menang. Apakah itu sebagai capres 2024 maupun sebagai cawapres 2024. Sinyal keinginan Jokowi untuk memeangkan pasangan calon sebagai perpanjangan politiknya semakin terlihat hari ini.
Arus politik Jokowi tampak semakin menjadi-jadi dan terus menguat, meluluhlantakkan apapun yang berusaha menghalanginya. Terkadang berpolitik di Indonesia saat ini memang menggiring ke arah seperti itu. Tidak ada celah untuk menghadang kekuatan presiden. Mungkinkah kekuatan politik Jokowi akan bertahan lebih lama dengan mengandalkan Erick? Biarlah waktu akan menjawabnya.