Anies dalam Politik Surya Paloh?
Meskipun terlihat terang benterang, jarang sekali publik melihat sosok Anies Baswedan dengan Surya Paloh sebagai dua sisi matang uang yang berbeda namun tampak dipaksa seolah-olah kesatuan yang utuh. Anies pada awalnya dikenal sebagai sosok akademikus yang kemudian tampil sebagai politikus. Demikian dengan halnya Surya Paloh, berangkat dari literatur terkait dirinya, Surya Paloh tampil sebagai sosok pedagang yang tangguh sejak usia mudanya. Ia adalah pebisnis sukses di Indonesia, hingga tampil sebagai elite politik menterang, kolomerat korporasi media yang kemudian mampu mendirikan partai politik yang bernama Nasdem. Surya Paloh memang patut dijadikan sebagai inspirasi bagi generasi bangsa.
Melalui terbentuknya partai Nasdem inilah yang kemudian menambah preseden bagi kedekatan Anies dengan Surya Paloh. Spirit pembaruan, restorasi dan spirit yang seolah-olah penuh dengan rekonstruksi politik peradaban tersebut tidak jarang banyak para akademis, pemikir bahkan keturunan raja yang terseret ke dalam pergerakan politiknya partai Nasdem, tidak terkecuali adalah guru bangsa yang bernama Syafi’I Maarif juga pernah terlibat langsung dengan partai tersebut.
Memang tidak ada yang keliru ketika ledakan kekuatan akademis atau lompatan karir politik Anies telah menghantarkannya ke panggung politik bersama partai Nasdem, meskipun partai lainnya juga berperan dalam melambungkan nama Anies ke panggung politik nasional. Dalam konteks ini, tidak ada kekeliruan ketika ada akademisi yang berpolitik. Tidak salah pula ada keturunan yang berpengaruh di negeri ini yang kemudian berjuang untuk menjadi presiden RI.
Selanjutnya, tidak salah juga ketika ada pebisnis terus memanfaatkan akademisi bahkan keturunan yang berpengaruh untuk dijadikan tameng dalam menjaga keberlangsungan dan kesegaran bisnis politiknya. Namun demikian, anggapan publik masih saja ada yang mencuat bahwa dengan partai Nasdem menyediakan kenderaan kepada Anies, dianggap akan meningkatkan perolehan jumlah kursi kepada Partai Nasdem. Hal itu secara politis mamang merupakan langkah strategis yang dianggap wajar.
Namun demikian, hal yang di atas bukanlah pokok pikiran dari tulisan ini, tetapi kajian ini berupaya untuk mempertegas kepada publik bahwa ada suatu yang harus digarisbawahi bahwa mampukah harapan idealisme atau perubahan perbaikan politik nasional yang dipidatokan Anies saat Anies berada di bawah kendali politik Surya Paloh? Anggap saja pembaca harus mengedepankan sikap berbaik sangka, namun pembaca juga harus mampu menjawab secara jujur dan rasional ketika melihat rekam jejak politik Surya Paloh, bahwa apakah Surya Paloh dengan seutuhnya menyerahkan urusan politik kepada Anies dalam konteks pilpers 2024? Selanjutnya, Sudah berapa kalikah jumlah argumentasi politik Surya Paloh yang tidak konsesten dalam menyampaikan argumentasi politiknya di ruang publik?
Tentu penulis tidak ingin egois dalam menjawab dari renteten pertanyaan tersebut. Adalah sebuah penalaran yang demokratis ketika pembaca dapat langsung menjawab dari pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan di atas. Dalam komunikasi politik memang pesan, gagasan, propaganda, intrik, gimmick hingga bentuk persuasif dalam menarik simpati rakyat mampu merubah bahkan mencuci otak publik. Sehingga seorang yang lincah merusak demokrasi pada suatu momen dapat dianggap seolah-olah sebagai pahlawan demokrasi.
Terlebih saat ini kondisi demokrasi Indonesia bukan saja sedang tidak baik-baik saja, melain sudah menampakkan tidak ada lagi tanda-tanda untuk mengarah pada penguatan nilai dari yakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Dengan tidak langcang menyebutkan demokrasi Indonesia telah awal mati seiring revormasi birokrasi. Melainkan demokrasi hari ini adalah puncak dari oligarki, oleh oligarki dan untuk oligarki. Pada kondisi ini secara tidak langsung ingin mengonfirmasi apakah pembaca yakin ketika ada konsep dan harapan politik yang disampaikan Anies dalam berbagai pidato politik pencitraannya akan lepas begitu saja dengan kepentingan politik Surya Paloh yang bukan saja sebagai ketua umum partai politik berebasis tatakelola “penunjukan/bukan demokratis”? Juga Surya Paloh masih aktif menguasai beberapa titik pertambangan di negeri ini?
Atas dasar argumen ini pula sejatinya seluruh lapisan rakyat Indonesia tidak boleh dibiarkan polos dalam memahami narasi dan kemasan politik yang tampak sedang memarketkan Anies yang seolah-olah berada pada gerbong politik yang sehat. Terlebih Anies saat ini bukanlah pemegang kendali utuh di Partai Nadem, sebab berpolitik itu terkadang tidak di posisi hitam di atas putik, bisa jadi abu-abu, bahkan kelam pekat. Demikianlah dinamika penguatan politik yang bersarang pada diri Anies dan Suryang Paloh menjelang pilpres 2024.
Jika dipaksa keras dalam mencermati iklim politik hari ini, mulai dari komposisi bakal koalisi hingga bakal pasangan calon yang terus digodok, sungguh masih jauh panggang dari api ketika akan ada presiden yang terpilih dapat merdeka dari ketua umum partai politik yang mengusungnya, “durhaka” pada koalisi mungkin bisa saja terjadi. Untuk itu, dapatkah dinalarkan bagimana kondisi kepemimpinan Anies saat masih berada dalam bayangan politik Surya Paloh? Biarlah perdaban yang akan memberikan jawaban tepatnya.