Konflik Universitas Malahayati Berpotensi Picu Isu SARA, Ketum PWDPI Minta Polda Lampung Bertindak

Gambar Gravatar

Lampung – Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Persatuan Wartawan Duta Pena Indonesia (DPP PWDPI), M. Nurullah RS, meminta Polda Lampung turun tangan terkait dugaan kedatangan kelompok preman bayaran di Universitas Malahayati, Kota Bandar Lampung.

Menurut informasi yang diperoleh, kehadiran ratusan preman tersebut diduga berkaitan dengan konflik internal antara pemilik Universitas Malahayati, Rusli Bintang Amin, dengan istri pertamanya serta putra mereka.

“Informasi yang saya terima menyebutkan bahwa konflik internal ini berujung pada kehadiran ratusan preman di lokasi. Situasi ini telah menjadi perhatian publik dan menimbulkan keresahan di tengah masyarakat,” ujar M. Nurullah RS, Sabtu (2/3/2025).

Bacaan Lainnya

Nurullah meminta Kapolda Lampung segera turun tangan untuk menyelesaikan konflik tersebut dan memastikan para preman yang diduga berasal dari luar daerah segera dipulangkan.

“Keamanan kampus Universitas Malahayati harus berada di bawah pengawasan Polda Lampung agar tidak ada lagi preman bayaran yang bertahan di sana. Jika tidak segera ditangani, dikhawatirkan akan terjadi bentrokan massa,” tegasnya.

Berdasarkan laporan yang beredar, situasi di Bandar Lampung mendadak tegang setelah kedatangan empat bus yang membawa sekitar 200 orang dari Ambon ke Universitas Malahayati pada 2 Maret 2025. Kehadiran mereka memicu reaksi keras dari warga setempat, yang menilai hal ini sebagai ancaman terhadap ketertiban dan kehormatan masyarakat Lampung.

Tokoh muda Lampung, Edi Samsuri, S.Fil, SH, menyampaikan keresahannya. “Cukup Ambon sampai Jakarta, tidak perlu ke Lampung!” ujarnya. Pernyataan ini mencerminkan kekhawatiran masyarakat terhadap potensi konflik akibat kedatangan massa dalam jumlah besar.

Menurut informasi yang beredar, ratusan orang tersebut disebut-sebut sebagai kelompok yang didatangkan oleh Rusli Bintang di tengah konfliknya dengan keluarga. Kehadiran mereka memicu kemarahan warga, khususnya masyarakat adat Lampung, yang merasa harga diri serta nilai Pi’il Pesenggiri mereka terancam.

“Ini bukan sekadar konflik kampus, tetapi bentuk upaya penguasaan oleh pihak luar. Lampung memiliki pemilik sah, yaitu Suku Lampung Jurai Sai Batin dan Pepadun,” tegas Edi, yang juga seorang advokat.

Merespons situasi ini, Organisasi Masyarakat Laskar Lampung Indonesia (LLI) langsung mengirim Sekjen DPP LLI Panji Padang Ratu, SH, serta Ketua Kota Bandar Lampung, Destra Yudha, SH, M.Si, untuk memantau perkembangan di Universitas Malahayati.

Ketua Umum Laskar Lampung, Ir. H. Nerozely Koenang, menegaskan bahwa tidak boleh ada pihak luar yang membawa premanisme ke Lampung.

“Apa pun konfliknya, tidak boleh ada orang luar, terutama preman Ambon, yang masuk dan mengancam ketertiban di Lampung!” ujarnya dengan tegas.

Masyarakat berharap Polda Lampung segera mengambil tindakan tegas sebelum situasi berkembang menjadi konflik lebih luas.

“Kami tidak ingin Lampung menjadi medan perang akibat ulah pihak luar. Kami mendesak aparat segera bertindak sebelum situasi semakin tidak terkendali,” tambahnya.

Sementara itu, Ormas Pendekar Banten yang dipimpin oleh Hengki Malonda juga disebut telah bersiap siaga untuk bergabung dengan Laskar Lampung Indonesia, menunggu instruksi lebih lanjut.

Ketegangan ini menjadi pengingat bahwa setiap pihak harus menghormati adat dan budaya setempat serta menghindari tindakan anarkis yang dapat memicu konflik berkepanjangan. Lampung dikenal sebagai “Indonesia Mini” karena keberagaman etnis dan budayanya, di mana masyarakat asli dan pendatang selama ini hidup rukun.

Sumber : Tim Media PWDPI

Pos terkait

Seedbacklink affiliate

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *