Jakarta,Liputanjurnalis.com-Lembaga Pers Dr Soetomo (LPDS) menerbitkan buku pedoman uji kompetensi wartawan revisi kelima.Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu mengatakan pihaknya bertanggung jawab menjaga seluruh lembaga uji memiliki standar tentang uji kompetensi wartawan.
“Atas nama Dewan Pers, saya ingin mengucapkan selamat kepada LPDS yang mendahului sudah menyiapkan buku pedoman uji kompetensi wartawan ke-5 setelah ada keputusan Dewan Pers tentang standar uji kompetensi wartawan pada 2023 lalu,” kata Ninik dalam sambutannya di gedung Dewan Pers, Jakarta Pusat, Kamis (15/2/2024).
“Dewan Pers memiliki tanggung jawab untuk menjaga agar seluruh lembaga uji memiliki standar minimal sehingga tidak ada lagi secara substantif maupun proses, orang memiliki pemahaman yang berbeda-beda tentang uji kompetensi wartawan,” sambungnya.
Ninik menjelaskan bahwa saat ini bukan hanya wartawan yang harus memiliki kompetensi,tetapi perusahaan pers juga harus bekerja secara profesional.
“Selain wartawan yang harus profesional, kita juga harus memikirkan perusahaan pers yang profesional. Kita tidak lagi menggunakan berita abal-abal, media abal-abal. Kita menggunakan diksi profesional. Kenapa profesional? Karena itu yang diminta UU Nomor 40 Tahun 1999. Menjaga pers kita agar bisa independen. Pers yang profesional dalam menjalankan tugas pemberitaannya. Tidak clickbait, tidak cover both side,” ujarnya.
Dirinya berpandangan profesi pers hanya bisa dijaga oleh wartawan itu sendiri. Sedangkan perusahaan pers juga harus membuat batasan-batasan saat media tersebut memberikan informasi kepada publik.
Ninik juga menyoroti soal fenomena ‘clickbait’ yang akhir-akhir ini banyak digunakan media mainstream untuk menarik minta membaca publik.
“Kebebasan pers itu menjadi kebebasan berekspresi.Nah kebebasan berekspresi ini kan bebas sekali. Orang boleh berpendapat secara tertulis, di siang, malam, menggunakan foto, bebas. Tapi terkait pers penting punya kepentingan untuk membuat pagar,” ungkapnya.
“Dan pagarnya itu adalah profesionalisme wartawan dan profesionalisme perusahaan pers. Dan kalau tidak dijaga, tidak dipagari, semua atas nama kebebasan, lalu seenak sendiri memberikan informasi, namanya clickbait,” ucapnya.
Ninik menyoroti soal perusahaan pers yang mulai menginvestasikan uangnya kepada mesin dibanding sumber daya manusia. Ia merasa khawatir, menurutnya,penguatan sumber daya manusia ialah yang utama.
“Tantangan ke depan memang semakin tidak mudah, selain tantangan internal dari pers sendiri, dari sisi ekonomi maupun dari SDM yang investasinya akhir-akhir ini lebih kepada infrastruktur mesin.”
“Ini yang saya khawatir. Tambah ke sini kok investasi bukan kepada human, tapi kepada hardware. Ini yang saya khawatir. Padahal bagaimanapun penguatan SDM itu yang paling utama,” tuturnya.
Kata Ninik pihaknya akan membuat kode etik jurnalistik terkait kecerdasan buatan atau artificial intelligence.
“Kita sudah mengobrol untuk memformulasikan kode etik jurnalistik terkait artificial intelligence dan berbagai hal yang kita tahu karena urusan siber ini tidak mudah,” pungkasnya.